Tugas Kelompok
TEKNOLOGI
FARMASI SEDIAAN STERIL
Disusun Oleh :
Kelompok
4
Latri
Dwita Sari Amahoru (70100112050)
Qoriatul
Aeni (70100112)
Eka
Safitri (70100112)
Ikhfa
Rezkiyah (70100112)
Istoqamah (70100112)
Indra (7010011)
Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
SAMATA-GOWA
2015
Rute pemberian sediaan steril
berdasarkan tempat pemberian
1.
Rute Intravena (i.v)
Pemberian
obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan
cara-cara pemberian lain dan karena absorbsi obat tidak menjadi masaalah, maka
tingktaan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegeraan yang
tidak mungkin didapat dengan cra-cara lain. Pada keadaan gawat, pemberian obat
lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan hidup karena penempatan
obat langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat yang cepat terjadi. Sebaliknya
sekali obat diberikan lewat intravena maka obat itu tidak dapat ditarik lagi,
ini merupakan keburukan pemberian obat lewat intravena (Ansel.2008.401)
Walaupun
hampir semua vena permukaan cocok untuk penusukan vena, tetapi vena-vena
didaerah antecubital (dibagian depan siku) biasanya dipilih untuk suntikan
intravena langsung. Vena didaerah ini besar, dipermukaan dan mudah dilihat dan
ditusuk. Hamper semua dokter memasukkan jarum dengan potongan yang miring
menghadap ke atas dan ujung tertajam jarum mengenai vena, untuk memastikan
bahwa arah aliran obat yang disuntikkan sama dengan arah aliran darah.
Tindakan-tindakan aseptic yang ketat harus dilakukan setiap waktu untuk
menghindarkan resiko infeksi. Tidak hanya larutan obat suntik yang harus steril
tetapi juga jarum dan alat suntik yang digunakan harus steril serta titik
dimana jarum masuk harus dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan terbawanya
bakteri dsri kulit ke darah lewat jarum (Ansel.2008.402)
2.
Rute
Intramuscular (i.m)
Pemberian
obat lewat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi
biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian lewat
intravena. Biasanya obat suntik dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorbsi
daripadsa sediaan minyak (Ansel.2008.403)
Suntikan
intramuscular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka. Tempat suntikan
sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-pembuluh darah
utama. Kerusakan akibat suntikan intramuskula biasanya berkaitan dengan titik
tempat jarum ditisikkan dan dimana obat ditempatkan. Kerusakn itu meliputi
paralisis akibat rusaknya saraf, abses, kista, emboli, hematom, terkelupasnya
kulit, dan pembentukan parut. (Ansel.2008.403)
Pada
orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuscular
adalah ¼ bagian atas luar otot gluteus maksimus (di bokong). Pada bayi daerah
gluteal (bokong) sempit dan komponen utamanya adalah lemak bukan otot. Otot
disitu tidak berkembang dengan baik. Penyuntikan didareah ini dapat berbahaya
sekali karena dekat dengan saraf sciatic, terutama bila anak itu menolak
disuntik atau menggelat-geliat atau meronta-ronta. Oleh karena itu, pada bayi
dan anak kecil otot deltoid di lengan atasotot midlateral di paha lebih disukai
sebagai tempat penyuntikan i.m. suntiikan yang diberikan lebih baik diberikan
dibagian atas/bawah deltoid Karen alebih jauh dari saraf radial. Deltoid juga digunakan
pada orang dewasa tetapi lebih terasa nyeri dibandingkan bila disuntikkan
didaerah gluteal. Bila suntikan diberikan terus-menerus, biasanya suntikan
diberikan ditempat yang berbeda. Untuk memastikan bahwa pembuluh darah tidak
tertusuk, sambil memasukkan jarum suntik, alat suntik dapat ditarik sedikit
untuk mengetahuin apakah ada darah yang masuk ke alat suntik. Volum eyang umum
diberikan lewat i.m sebaiknya dibatasi paling bnayka 5 mL bila disuntikkan di
daerah gluteal dan 2 mL bila di deltoid (Ansel.2008.403)
3.
Rute Intradermal (i.d)
Sejumlah
zat bisa diinjeksikan dengan efektif ke dalam corium, yang merupakan lapisan
kulit yang lebih vascular di bawah epidermis. Zat-zat ini meliputi berbagai zat
untuk penentuan diagnosis, pengurangan kepekaan, atau imunisasi. Tempat injeksi
intradermal yang biasa adalah permukaan anterior dari lengan muka. Biasanya
digunakan jarum suntik yang pendek (3/8 inci) dan sempit (ukuran 23-26 gauge).
Jarum tersebut disispkan secara hotizontal kedalam kulit dengan serongan menghadap
keatas. Injeksi tersebut dimulai pada saat serongan mulai tidak terlihat menuju
ke corium. Biasanya dengan cara ini hanya bisa diberikan volume ± 0.1 mL
(Ansel.2008.404)
4.
Rute Subkutan(s.k)
Pemberian
rute subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah kecil obat. Obat
disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan
interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Tempat suntikan
biasanya berbeda bila suntikkan diberikan terus menerus. Sebelum disuntikkan,
tempat penyuntikkan harus dibersihkan dengan seksama. Volume suntikkan sub
kutan jarang lebih besar dari 2 mL. karena itu alat suntik yang umum digunakan
adalah yang 2 mL dengan jarum sepanjang 5/8 atau 7/8 inci yang berukuran 21-26
gauge (yang paling umum 25 gauge). Pada waktu penusukan, bila di alat suntik
terlihat darah maka harus dicari tempat lain untuk penyuntikan (Ansel.2008.404)
Obat-obat
yang mengiritasi atau yang berbentuk larutan suspense kental mungkin dapat
menimbulkan sakit, lecet atau abses dan mungkin sangat nyeri. Sedian-sediaan
ini sebaiknya tidak diberikan untuk suntikan subkutan (Ansel.2008.404)
5.
Rute
intraarterium (i.a)
Disuntikkan kedalam
pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume antara 1-10 mL, tidak boleh
mengandung bakterisida
(Syamsuni.2006:197)
6.
Rute
intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke
dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida,
disuntikkan hanya dalam keadaan gawat
(Syamsuni.2006:197)
7.
Rute intratekal
(i.t), intraspinal, intrasternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikkan langsung ke
dalam saluran sumsum tulang belakang didasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar
vertebrata) tempat terdapatnya cairan serebrospinal. Larutan harus isotonis
karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anatetik untuk
sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini
sangat peka.
(Syamsuni.2006:197)
8.
Rute
intraartikular
Disuntikkan ke dalam
cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan dalam air
(Syamsuni.2006:197)
9.
Rute
subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam
selaput lender di bawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak lebih dari 1
mL.
(Syamsuni.2006:197)
10. Rute intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspense
dalam air.
(Syamsuni.2006:198)
11. Rute intraperitonial (i.p)
Disuntikkan langsung ke
dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat; namun bahaya infeksi besar.
(Syamsuni.2006:198)
12. Rute peridural (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan ke dalam
ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak
dan sum-sum tulang belakang.
(Syamsuni.2006:198)
Daftar Pustaka
Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi
Keempat. Jakarta : UI-Press
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar