BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem saraf
pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan sistem saraf
lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau kemauan. SSP biasa
juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral atau pusat dari
saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu otak (ensevalon)
dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sistem saraf
pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik
misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi
menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anastetik umum, hipnotik sedativ,
psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang susunan
saraf pusat.
Adapun dalam
bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk diketahui
khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi
dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf
pusat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan
memahami efek farmakologi dari obat golongan sistem saraf pusat
2. Tujuan Percoban
Mengetahui obat efek farmakologi dari obat SSP (Sistem Saraf Pusat) yaitu
penobarbital, fenitoin, diazepam, clonidin, amitripilin dan klorpromazin dengan
melihat respon terhadap mencit yang diberikan secara oral dan injeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori umum
Sistem saraf adalah serangkaian
organ yang kompleks dan berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan
saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal
dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan
saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula
spinalis (sumsum tulang belakang) (Ganiswara. 1995 : 109)
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan
anastesi (an = tanpa, aesthesis = perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan
depresi umum yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan
(Tim Penyusun. 2010. 68)
Anastetik umum digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada
pembedahan. Tahap-tahap anastesi antara lain (Tim Penyusun. 2010 : 68)
1. Analgesia
Kesadaran
berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang disertai
impian-impian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida
memberikan analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental
tahap berikutnya.
2. Eksitasi
Kesadarn hilang
dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi).
3. Anestesi
Pernapasan
menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut), gerakan
bola mata dan reflex bola mata hilang, otot lemas.
4. Pelumpuhan sumsum tulang
Kerja jantung
dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus dihindari (Tim penyusun. 2010 : 68-69)
Tidur adalah kebutuhan suatu
makhluk hidup untuk menghindarkan dari pengaruh yang merugikan tubuh karena
kurang tidur. Pusat tidur di otak mengatur fungsi fisiologis ini. Pada waktu
terjadi miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik
dan sekresi saluran cerna (Olson. 2001 : 40)
Tidur normal terdiri dari 2 jenis
1. Tidur tenang (ortodoks) yang berciri irama jantung, tekanan darah,
pernapasan teratur, otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata.
2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal, cirinya otak memperlihatkan
aktivitas listrik (EEG=Electro encephalogram), seperti pada orang dalam keadaan
bangun dan aktif, gerakan mata cepat. Jantung, tekanan darah dan pernapasan
naik turun naik, aliran darah ke otak bertambah, ereksi, mimpi. (Olson. 2001 :
40)
Gangguan neurotransmisi yang
dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang disebabkan oleh terlalu
banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu sedikitnya neurotransmisi.
Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan oleh (Olson. 2001 : 43)
1. Sekelompok neuron yang terlalu mudah dirangsang yang bekerja tanpa adanya
stimulus yang sesuai, misalnya gangguan kejang, terapi diarahkan pada
pengurangan otomatisitas sel – sel ini.
2. Terlalu banyak molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik. Terapi meliputi pemberian antagonis yang memblokir reseptor –
reseptor pascasinaptik.
3. Terlalu sedikit molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik, misalnya parkinson. Beberapa strategi pengobatan yang
meningkatkan neurotransmisi, meliputi obat – obatan yang menyebabkan pelepasan
neurotransmitter dari terminal prasinaptik, dan prekursor neurotransmitter yang
diambil kedalam neuron prasinaptik dan dimetabolisme menjadi molekul
neurotransmitter aktif. (Ganiswarna. 1995 : 111)
B. Uraian Bahan
1. Aquades (Dirjen POM RI . 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Berat Molekul : 18.02
Rumus molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih,
tidak berbau, tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa.\
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2. Eter (Sweetman.
2009 : 1783)
Nama resmi : AETHER ANAESTHETICUS
Nama lain : Eter anestesi/etoksietana.
Berat Molekul : 74,12
Rumus Molekul : C4H10O
Rumus bangun :
Pemerian : Cairan transparan, tidak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah terbakar, campuran uapnya dengan
oksigen, udara atau dinitrogenoksida
pada kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak
lemak dan dengan minyak atsiri.
Farmakodinamik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
Farmakokinetik : Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat
Efek samping : Iritasi saluran pernafasan,
depresi nafas, mual, muntah,
salivasi
Penyimpanan : Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Khasiat : Anastesi umum.
Mekanisme kerja : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat.
3. Kloroform (Dirjen
POM RI. 1979 : 151)
Nama resmi : CHLOROFORMUM
Nama lain : Kloroform
Rumus Molekul : CHCl3
Berat Molekul : 119,38
Rumus bangun :
Pemerian : Cairan, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemah.
Farmakodinamik : Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi obat, gelisah
Farmakokinetik : Diabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna, konsentarasi tertinggi dalam plasma dicapai dalm waktu ½ jam dan
masa paruh plasma antara
1-3 jam, obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Metabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya de ngan asam sulfat.
Efek samping : Merusak hati dan bersifat karsinogenik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Anastesi umum.
Mekanisme kerja : Merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada membrane sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan pecahnya membrane sel peroksidasi lipid yang menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan kematian sel.
4. Etanol (Dirjen
POM RI. 1979 : 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, Etanol, Etil asetat
Rumus Molekul : C2H6O
Berat Molekul : 46,07
Rumus Bangun :
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Farmakodinamik : Depresi SSP, penggunaan pada saat tidur dapat mengurangi waktu tidur. Merangsang sekresi asam lambung, dan salivasi
Farmakokinetik : Absorpsi dalam lambung dan usus halus dan kolon berlangsung cepat,uap alkohol diabsorpsi lewat paru-paru dan menimbulkan keracunan
Efek samping : Kerusakan otot, gangguan tidur, gangguan mental
Mekanisme kerja : Merangsang sekresi asam lambung dan salivasi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Anastesi umum.
5. Na. CMC (Girjen POM RI. 1979 :
401)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Sinonim : Natrium Karboksimetilselulosa
Rumus Molekul : C23H46N2O6.H2SO4.H2O
Berat Molekul : 694,85
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal; tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P dan dalam
pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pengontrol
A. Uraian Obat
1. Fenobarbital (Dirjen POM RI. 1979 :
481)
Nama resmi : PHENOBARBITALUM
Nama lain : Luminal,
fenobarbital
Rumus Molekul : C12H12N2O3
Berat Molekul : 232,24
Rumus Bangun :
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Farmakodinamik : Efek utama adalah
depresi SSP, semua tingkat depresinya dapat tercapai mulai dari sedatif, hipnotik, berbagai tingkat anestesi, koma
Farmakokionetik : Bentuk garam natrium lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk asamnya, masa kerja bervariasi antara 10-60 menit tergantung pada zat dan formulasinya
Indikasi : Digunakan pada narkoakalisis dan narkoterapi di klinik psikistri dan sebagai anestesi umum yang digunakan secara intravena
Mekanisme kerja : Merangsang kontraksi jantung menurun, terjadi pernapasan perut, kecepatan nafas naik hingga tertidur menyebabkan terjadinya miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna
Efek samping : Hang over, eksitasi, paradoksal, rasa nyeri, alergi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Hipnotikum, sedativum.
2. Diazepam (Sweetman. 2009 : 986)
Nama resmi : DIAZEPAMUM
Nama lain : Diazepam
Rumus Molekul : C16H13ClN2O
Berat Molekul : 284.7.
Rumus Bangun :
Pemerian : Sebuah putih atau hampir putih ,
kristal bubuk
Kelarutan : Sangat sedikit larut dalam air , larut dalam
alkohol
Farmakologi : Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum diketahui pasti, tapi efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmitter g-aminobutyric acid
(GABA). Obat ini
bekerja pada limbik, talamus, hipotalamus dari sistim saraf pusat dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan otot
skelet dan antikonvulsan. Benzodiazepin dapat menghasilkan berbagai depresi SSP- mulai sedasi ringan sampai hipnosis hingga koma
Indikasi : Pemakaian jangka
pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Mekanisme kerja : Berikatan dengan reseptor stereospesifik benzodiazepin pada saraf GABA post-sinaps di beberapa tempat dalam sistem saraf pusat, termasuk sistem limbik, susunan retikular. Menambah efek penghambat GABA pada hasil eksitabilitas saraf dengan meningkatkan permeabilitas membran saraf terhadap ion klorin. Pertukaran ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi dan stabilisasi stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna
Efek samping : Rasa lelah,
ataksia, rasa malas, vertigo, sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya
Khasiat : Sedativum
3. Fenitoin (Sweetman. 2009 : 492)
Nama resmi : PHENYTOINUM
Nama lain : Fenitoin
Rumus Molekul : C15H12N2O2
Berat Molekul : 252.3
Rumus Bangun :
Pemerian : Sebuah putih atau hampir putih, kristal
bubuk
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol, sangat sedikit larut dalam
diklorometana. Larut dalam encer solusi
hidroksida alkali
Farmakologi : Fenitoin menghambat zat - zat yang bersifat antiaritmia. Walaupun obat ini memiliki efek yang kecil terhadap perangsangan elektrik pada otot jantung, tetapi dapat menurunkan kekuatan kontraksi, menekan pacemaker action, meningkatkan konduksi antrioventrikular, terutama setelah ditekan oleh glikosida digitalis. Obat ini dapat menimbulkan hipotensi jika diberikan secara intravena. Fenitoin memiliki aktivitas hipnotik yang kecil
Indikasi : Terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali petit mal, status epileptikus
Mekanisme kerja : Menstabilisasi membran saraf dan menurunkan aktivitas kejang dengan meningkatkan eflux atau menurunkan effux dari ion natrium yang melewati membran sel pada kortek motorik dari impuls saraf
Efek samping : Gangguan saluran cerna, pusing, nyeri kepala, tremor, insomnia, neuropati perifer, hipertrofi gingiva, ataksia, bicara tak jelas, nistagmus, penglihatan kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus, eritema multiform, efek hematologik (leukopenia, trombositopenia, agranulositosis)
Penyimpanan : Simpan dalam wadah kedap udara
Khasiat : Antikonvulsi
4. Klonidin (Sweetman. 2009 : 1247)
Nama resmi : CLONIDINUM
Nama lain : Klonidiini , Klonidin
Rumus Molekul : C9H9Cl2N3
Berat Molekul : 230.1
Rumus Bangun :
Pemerian : Sebuah putih untuk hampir putih , bubuk kristal
Kelarutan : Bebas larut
dalam alkohol dan metil alkohol
Farmakokinetik : Saluran, dan puncak konsentrasi plasma terjadi sekitar 3
sampai 5 jam setelah dosis oral. Ini adalah sekitar 20 sampai 40% protein terikat. Sekitar 50%
dari dosis dimetabolisme di hati. Hal ini diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah
dan metabolit, 40 sampai 60% dari dosis oral yang diekskresikan dalam 24 jam narkoba sebagai tidak berubah, sekitar 20% dari dosis adalah
diekskresikan dalam tinja, mungkin melalui sirkulasi enterohepatik. Waktu paruh eliminasi telah
beragam dilaporkan berkisar antara 6 dan 24 jam, diperpanjang hingga hingga 41 jam
pada pasien dengan gangguan ginjal. Clonidine melewati plasenta dan didistribusikan
ke dalam payudara susu.
Indikasi : Pengobatan hipertensi ringan hingga sedang, bisa digunakan sebagai obat tunggal ataupun kombinasi dengan obat antihipertensi lain
Mekanisme kerja : Menstimulasi adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron, menghasilkan penurunan aliran simpatetik dari SSP, penurunkan resistensi perifer, resistensi vaskuler, resistensi vaskuler renal, denyut jantung dan tekanan darah.
Penggunaan Klonidin
epidural ditujukan untuk mengurangi dengan mencegah transmisi sinyal nyeri.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, sakit dada, konfusi, diaforesis, mengantuk, dispnea, demam, mual, muntah
Penyimpanan : Simpan dalam wadah kedap udara pada suhu
dari 25 °
Khasiat : Psikotropik
5. Amitripilin (Sweetman. 2009 : 376)
Nama resmi : AMITRIPTYLINUM
Nama lain : Amitriptilina, Amitriptylin
Rumus Molekul : C20H23N
Berat Molekul : 277,4
Rumus Bangun :
Pemerian : Sebuah kuning pucat untuk brownishyellow, tidak berbau
atau hampir tidak berbau bubuk
Kelarutan : Praktis tidak
larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, bebas larut dalam kloroform
Farmakologi : Menghambat
reuptake serotonin dan
norepinefrin di
presinaps membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf pusat. Pencegahan
migrain : 6 minggu, dosis lebih tinggi dibutuhkan untuk perokok karena terjadi peningkatan
metabolisme. Depresi : 4-6 minggu, turunkan dosis ke tingkat efektif terendah.
Distribusi : lewat plasenta, masuk ke ASI. Metabolisme : hati menjadi metabolit aktif
(nortriptilin), hidroksilasi dan konjugasi mungkin gagal
terjadi pada orang tua. Ekskresi lewat urin (18% dalam bentuk utuh), melalui feses dalam
jumlah kecil.
Indikasi : Sebagai antidepresi,
enurisis nokturnal pada anak
yang tidak mengalami kelainan organik, gangguan
kecemasan (ansietas), bulimia nervosa
Mekanisme kerja : Menghambat
reuptake serotonin da norefinefrin
di prasinaps sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norefinefrin di susunan saraf pusat.
Efek samping : bengkak, CHF,
hipertensi, takikardi, aritmia, hypotensi,
miocardial infark, demam, infeksi,sepsis,
perubahan berat badan, asma, sindrom seperti flu,hipergikemi, hipoglikem pneumonia,
depresi pernafasan.
Penyimpanan : Lindungi dari cahaya
Khasiat : Psikotropik
6. Klorpromazin (Sweetman.
2009 : 969)
Nama resmi : CHLORPROMAZINUM
Nama lain : Clorpromazina, klorpromazin
Rumus Molekul : C17H19ClN2S
Berat Molekul : 318,9
Rumus Bangun :
Pemerian : Sebuah bubuk
putih atau krem-putih atau lilin
padat, tidak berbau atau hampir tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, bebas
larut dalam alkohol
dan dalam eter, sangat larut dalam kloroform
Farmakologi : Onset kerja :
im.: 15 menit; oral: 30-60 menit, absorpsi cepat, distribusi melewati plasenta
dan masuk ke ASI,
Vd: 20 L/kg, Ikatan protein 92%-97%,
Metabolisme : di hati secara lua menjadi
metabolit aktif dan tidak aktif, Bioavailibilitas: 20%, Waktu paruh bifasik, awal: 2 jam,
akhir: 30 jam, Ekskresi lewat urin dalam
24
jam <1 bentuk="" sebagai="" span="" utuh.="">1>
Indikasi : Mengendalikan
mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan
mual dan muntah, menghilangkan
kegelisahan dan ketakutan sebelum
operasi, porforia intermiten akut, Terapi tambahan pada tetanus. Cegukan tidak terkontrol, perilaku
anak 1-12 tahun yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi jangka
pendek untuk anak hiperaktif.
Mekanisme kerja : Menghambat
reuptake serotonin dan norefinefrin
di prasinaps sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norefinefrin di susunan saraf pusat.
Efek samping : Pusing, mengantuk, distonia,
akathisia, pseudoparkinsonism, diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan,
kejang
Penyimpanan : Simpan dalam wadah kedap udara. Lindungi dari cahaya
Khasiat : Psikotropik
D. Prosedur Kerja (Handayani G N &
M. Firdaus. 2013 : 14, 15, 19-20)
1. Anastesi
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Mengelompokkan mencit menjadi 3 kelompok
Kelompok I diberi eter
Kelompok II diberi kloroform
Kelompok III diberi alkohol
c) Memasukkan mencit kedalam toples yang berbeda
d) Mengambil kapas
lalu diberi dengan larutan uji atau obat (eter, kloroform, alkohol)
e) Memasukkan kapas tersebut kedalam toples
f) Mencatat onset dan durasi menggunakan stopwatch
2. Hipnotik-sedatif
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Membagi mencit menjadi IV kelompok
Kelompok I diberi luminal secara
peroral
Kelompok II diberi diazepam
secara peroral
Kelompok III diberi larutan
kloralhidrat secara peroral
Kelompok IV diberi infusa
kangkung secara peroral
c) Mencatat onset dan durasi dengan menggunakan stopwatch
3. Psikotropik
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Membagi mencit menjadi IV kelompok
Kelompok I diberi NaCMC 1%
peroral
Kelompom II diberi klonidin
peroral
Kelompok III diberi klonidin,
setelah 30 menit diberi amitripilin
Kelompok IV diberi klonidin,
setelah 30 menit diberi klorpromazin
c) Mengamati respon buka mata mencit
4. Antikonvulsan
a) Chemoshock test
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Membagi mencit menjadi III kelompok
Kelompok I diberi striknin secara
intraperitonial
Kelompok II diberi fenitoin
secara peroral, setelah 30 menit diberi striknin secar intraperitonial
Kelompok III diberi fenobarbital
secara peroral
3) Mengamati omset dan durasinya
b) RRA (Rolling Roller Aparatus)
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Membagi mencit menjadi III kelompok
Kelompok I deberi NaCMC 1%
peroral
Kelompok II diberi fenitoin
peroral
Kelompok III diberi fenobarbital
peroral
3) Mengamati dan mencatat waktu jatuh mencit
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan bahan
1. Alat
Alat-alat yang
digunakan didalam percobaan ini yaitu gelas kimia, kanula, lap kasar, neraca
analitik, pinset, rak tabung, spoit, stopwatch, tabung reaksi dan toples.
2. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan didalam percobaan ini yaitu alkohol, amitripilin, aquadest,
clonidin, diazepam, eter, fenitoin, fenobarbital, kloroform, klorpromazid,
kapas dan Na CMC.
B. Cara kerja
1. Anastesi
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibag mencit menjadi 3 kelompok
Kelompok I diberi eter
Kelompok II diberi kloroform
Kelompok III diberi alkohol
c) Dimasukkan mencit kedalam toples yang berbeda
d) Diambil kapas
lalu diberi dengan larutan uji atau obat (eter, kloroform, alkohol)
e) Dimasukkan kapas tersebut kedalam toples
f) Dicatat onset dan durasi menggunakan stopwatch
2. Hipnotik-sedatif
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibagi mencit menjadi II kelompok
Kelompok I diberi luminal secara
peroral
Kelompok II diberi diazepam
secara peroral
c) Dicatat onset dan durasi dengan menggunakan stopwatch
3. Psikotropik
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
d) Membagi mencit
menjadi IV kelompok
Kelompok I diberi NaCMC
Kelompom II diberi klonidin
Kelompok III diberi klonidin,
setelah 30 menit diberi amitripilin
Kelompok IV diberi klonidin,
setelah 30 menit diberi klorpromazin
e) Diamati respon buka mata mencit
4. Antikonvulsan
a) Chemoshock test
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibagi mencit menjadi II kelompok
Kelompok I diberi fenitoin
Kelompok II diberi fenobarbital
3) Mengamati omset dan durasinya
b) RRA (Rolling Roller Aparatus)
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibagi mencit menjadi III kelompok
Kelompok I deberi NaCMC
Kelompok II diberi fenitoin
Kelompok III diberi fenobarbital
3) Diamati dan mencatat waktu jatuh mencit
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM RI.
1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta : Depkes RI
Ganiswarna G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.
Jakarta: Gaya baru
Handayani G N & M. Firdaus. 2013. Penuntun
praktikum Farmakologi Toksikologi I.
Jakarta : UINAM
Olson, James, M
D,.2002. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: EGC
Tim penyusun. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran. Makassar:UNHAS.
Sweetman S C.
2009. Martindal 36th Edition.
London : Pharmaceutical Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar